Friday, 9 September 2016

Sebut saja dia Salju

Baru aja satu jam leyeh-leyeh manja di kamar habis ngampus pagi tadi, terkumpul lah niat untuk ngerjakan tugas yang harusnya di kumpul besok.

Sebelum membuka Microsoft PowerPoint untuk mulai buat bahan presentasi buat hari Kamis nanti aku tertarik buat ngaca sebentar, terkagum ngeliat kulit mukaku yang dari jauh terlihat sangat fresh, Vitamin C dari The Body Shop lumayan berkerja ternyata.

Gak nyampe semenit memandang cermin aku tiba-tiba melihat dia, dia yang telah menemaniku dari aku berumur 4 tahun, si Salju cantik yang tiba-tiba muncul di tempat yang paling tidak pernah aku inginkan dia berada.

Aku diam.

Melihatnya lebih dekat untuk memastikan itu bukan Salju, terlalu kecil dan pudar untukku bisa memastikannya.

Aku diam.

Aku tarik nafas pelan-pelan..

Menenangkan diri sambil berfikir apa yang harus aku lakukan.

Aku mencoba mencari obat dengan tutup berwarna biru itu, obat yang kudapat dari Mount Elizabeth Hospital di Singapur. Obat yang aku tahu ampuh untuk mengusir Salju secara perlahan, obat yang aku pun lupa kapan terakhir kalinya aku menyentuhnya.

Aku berusaha mencari si tutup biru di kamar dan hasilnya nihil, aku lupa menaruhnya dimana. Aku WhatsApp mama dan Bobby dan memastikan aku masih punya beberapa di Samarinda.

Oh Tuhan..

Tidak banyak yang tahu tentang hubunganku dengan si salju.

____________________________________________

Banyak orang bilang aku terlalu mengejar kesenangan dunia, banyak juga yang bilang aku terlalu muluk-muluk dengan semua mimpi dan cita-citaku untuk pergi ke banyak tempat di dunia ini dan melakukan apapun selagi aku bisa.

Ada beberapa orang yang menganggapku terlalu menghamburkan uang cuma untuk bersenang-senang dan bermimpi untuk ke banyak negara lain.

Yah, cuma itulah yang orang lain bisa lihat, cuma itu yang orang lain bisa nilai.

Aku gak berusaha untuk meluruskan semua anggapan orang tentang mimpiku yang aku pun gak pernah tahu bakal bisa aku capai apa enggak.

Aku cuma berharap agar semua orang untuk bisa berfikir terbuka dan melihat segala sesuatunya bukan hanya dari satu sisi saja.

Sebagai contoh, saat aku berdiri di pelataran monas, monas terlihat begitu tinggi dan besar buatku. Saat aku melihat monas dari gedung tinggi yang tidak jauh dari monas, monas terlihat kecil. Itu semua tergantung dari sisi mana kita melihat segala sesuatunya.

Aku bermimpi besar, aku ingin berjalan jauh, aku ingin menikmati semua hal selagi aku bisa. Sebelum salju menjadi penghalang langkah kakiku untuk melangkah.

Aku tidak punya waktu banyak. Ada 2 yang bisa menghentikan waktu di hidupku, Salju dan akhir dari umurku.

Aku selalu merasa seperti sedang berkejaran dengan sistem imun tubuhku, aku merasa seperti berkompetisi dengan tubuhku sendiri.

Bakal ada satu waktu nanti, saat aku bukan seperti aku..

Ada saatnya ketika aku sudah tidak sanggup untuk melangkahkan kaki keluar rumah.

Aku merencanakan semua mimpi tanpa tahu aku direstui oleh Tuhan ataupun ditentang oleh Nya. Cita-cita besar yang aku punya selalu aku rencanakan berurutan satu sama lain tanpa ada jeda waktu diantaranya, karna aku berusaha melangkah lebih jauh dari Salju.

Mengertilah, mengerti bahwa topengku tak banyak, topengku tak kuat, topeng yang kumiliki hanya cukup untuk menunjukkan aku bersemangat untuk berlari.

Suatu saat, lariku tak akan secepat ini, lariku akan terkalahkan waktu.

Mengertilah, aku orang yang paling tidak ingin menyerah. Percayalah dengan besarnya keinginanku untuk menang sebelum waktu habis.

Aku dan Salju akan selalu bersama.. dia lahir bersamaku, di dalam darahku, bermain dengan imun tubuhku, dan dia akan mati bersamaku.

Suatu saat dia akan membuatku mati sebelum aku mati. Biarkan aku hidup, berlari dan mengejar semua mimpi dan cita-citaku sebelum aku dibawa menghilang oleh Salju.

_________________________________________

Okay, aku selalu menghindar untuk menulis hal negatif di blog ini. Tapi inilah hal nyata di hidupku, tulisan ini nantinya akan aku baca kembali untuk mengingatkanku bahwa aku pernah mempunyai semangat yang gila.

Pelajaran untuk hari ini: Jangan terlalu cepat menilai buruk tentang seseorang. Usahakan untuk melihat segala sesuatunya dari sisi yang berbeda dan mendapatkan perspektif yang berbeda. Percayalah, tidak ada manusia di dunia ini yang hanya memiliki 1 topeng, selalu ada cerita dibalik senyuman.

Mengutip kalimat dari Deddy Corbuzier:
Jika segala sesuatunya terlihat terlalu sempurna, pasti ada sesuatu yang salah dibaliknya.




Love,
Salika Nebula.

Tuesday, 6 September 2016

Bukannya aku dendam, aku cuma penasaran, aku mau mengerti.

Holla!

Aku udah duduk cantik di kasur dengan muffin untuk dessert setelah makan Cantonese Beef Noodle di kafe sebelah kost.

blueberry muffin yang udah gak berbentuk muffin
Lagu Andira udah bergema di kamar kecilku ini.

Okay, it's a gonna be a very long post! Be ready for it.

Dari tadi malam kepalaku udah mulai penuh dengan banyak hal, mulai dari yang penting sampai yang useless yang ngebuat aku jadi susah tidur. Well mungkin aja susah tidur karena aku marathon YouTube nontonin update kasus sianida, tapi hal-hal yang ngumpul gak keruan di kepalaku ngebuat aku susah buat pejam.

Waktu makan tadi jaringan wifi di kafe agak lemah dan jadilah aku menghayal kesana kemari. Salah satunya hal aneh yang nempel di otakku semaleman itu.

Hal yang setelah bertahun-tahun baru aku aduin ke mama.

Aku ingat waktu itu Kai masih ada, aku masih SMP, Kai sakit dan harus dirawat di rumah sakit umum Tarakan. Seperti tradisi, setiap Kai sakit pasti semua anak dan cucu Kai bakal ngumpul di kamar rumah sakit.

Aku ingat waktu itu Kai sakit lumayan serius, Kai lemes banget dan semua keluarga ngumpul. Aku dan sepupu-sepupu yang lain asyik berselfie ria di extra bed di pojok kamar. Boleh dibilang aku maish terlalu manja dan kekanakan untuk mengerti betapa moment itu kurang cocok untuk aku dan sepupu-sepupuku tertawa dan bercanda berlebihan seperti itu.

Salah satu keluarga mama akhirnya memutuskan untuk membawa aku dan sepupu-sepupuku untuk keluar dan makan malam. Sebutlah dia TeddyBear, malam itu TeddyBear yang menyetir mobil.

So, waktu kita semua udah di parkiran dan bersiap naik ke mobil, aku ingat aku yang paling terakhir naik ke mobil. Waktu itu aku ingat tinggi dan ukuran tubuhku gak setinggi dan sebesar sekarang, aku baru aja berancang-ancang untuk naik ke mobil dengan memegang gagang pintu bagian dalam mobil dan satu kaki sudah di mobil, tiba-tiba aja mobil bergerak dan aku hampir aja terjatuh, Putri Salju (another mom's relative) yang duduk di sebelah TeddyBear setengah berteriak khawatir melihatku.

First of all, I really don't mind it at all, awalnya aku pikir TeddyBear gak liat aku belum benar-benar naik ke mobil. Yang bikin greget waktu TeddyBear teriak "haduuuh lambat banget sih, gimana mau jadi tentara kalau seperti itu.."

Hellooooooo..... yang mau jadi tentara siapa sih?

Waktu sudah sampai di resto, bodohnya Salika, aku gak sengaja numpahin piring nasi. Tebak apa yang TeddyBear bilang! Dia bilang "kenapa itu? ngamuk kah?" dan bukan dengan nada bercanda ataupun menyindir, tapi dengan nada marah. Lagi-lagi aku bisa lihat Putri Salju sedikit 'mengharitkan' atau khawatir dengan aku, tapi dia gak bisa berbuat apa-apa.

Aku gak langsung cerita atau mengadu ke mama dengan keanehan TeddyBear. Baru beberapa bulan kemarin aku cerita ke mama dan mama terkejut dengan betapa kuatnya ingatanku.

Itu bukan kali pertama aku ngebuat mama terkejut dengan cerita dari bertahun-tahun lalu yang masih aku ingat, lengkap dengan detail dan gambaran di otakku. Sebelumnya aku pernah bercerita ke mama kalau aku masih ingat kejadian waktu aku berumur sekitar 4 tahun waktu aku, mama dan papa masih tinggal di Balikpapan. Aku masih ingat semua kenangan indah dan buruk dengan papah waktu aku masih SD.

Bukannya aku dendam. Aku gak marah, aku cuma penasaran.. kadang ada beberapa kejadian yang aku gak ngerti tapi nyata terjadi. Seperti tingkah TeddyBear itu.

Kalau sekarang aku ingat lagi dan aku lihat wajahnya yang semakin menua, gak ada rasa marah sedikit pun, tapi aku coba mengerti mungkin saja dia kesal karena aku terlalu ribut padahal Kai lagi sakit dan dia gak bisa menegurku karena dia segan dengan mama dan papa yang waktu itu juga di ruang yang sama tapi terlalu sibuk mengurus Kai dan meladeni tamu yang menjenguk Kai.

Tapi, kalau aku pikir lagi, senakal-nakalnya keponakan atau adik sepupuku aku gak mungkin untuk bisa sekasar itu ke mereka. Aku mungkin galak, suka ngomel, aku mungkin bukan kakak atau tante yang ramah dan lucu tapi gak sanggup hati rasanya untuk bisa membentak keponakan atau adik sepupu yang masih kecil seperti itu.

"Lika itu nakal..."

"Lika itu nakal, gak bisa dibilangin..."

"Kasian mamanya..."

Ya, aku itu nakal. Nakal, nakal dan nakal. Itu kalimat yang sering aku dengar dari orang sekelilingku. I grew up with it! Tapi anehnya yang ngebuat kalimat itu nempel di otakku bukan dari ucapan mama sendiri, mama gak pernah bilang aku nakal.

Aku akui Lika kecil bukan anak kalem, Lika sering pecahin barang, sering minta banyak hal ke mama.

Well, you can't just fit one perfect child for all the child in the world.

Ini cuma satu dari berjuta hal yang membuat aku penasaran di sepanjang hidupku yang bahkan belum sampe 23 tahun di dunia ini. Bakal ada postingan serupa tapi tak sama dengan tema 'ingatan masa kecilku' seperti postingan ini dalam beberapa waktu ke depan.

Aku harap aku bisa belajar dari keajaiban orang sekitarku dan berusaha tidak melakukan hal yang sama.




Love,
Tante dan Kakak Sepupu Cantikmu, Lika Nebula.