Wednesday, 21 February 2018

Matahari di Port Dickson (Cerita Lika 2)

"Salika!!!!" dari jauh Nabil meneriakkan namaku untuk mengajakku bermain Banana Boat, aku dan Nickole yang saat itu sangat menikmati angin sepoi akhirnya mengiyakan ajakan Nabil. Aku duduk di tengah di antara temannya Nabil. Nickole duduk di depanku dan Nabil di belakangku. Aku setuju untuk bermain Banana Boat karena semua yang ikut di Banana Boat itu setuju untuk meminta agar Boat tersebut jangan dibalikkan di tengah laut, alasanku sangat jelas karena aku gak bawa baju ganti. Aku sangat menikmati permainan itu, merasakan serunya boat itu menghempas ombak laut, aku dan Nickole berteriak dan tertawa menikmati wahana pantai ini. Tapi rasa senang itu gak lama, di tengah laut saat Boat terhempas keras dengan ombak Nabil memelukku dari belakang dan aku langsung memajukan posisi tubuhku ke depan mendekati Nickole. Nabil paham dan berhenti mencoba memelukku.

Aku bisa saja marah tapi aku benar-benar gak mau merusak suasana. Aku terus berusaha menghindari Nabil.

Banana Boat pun akhirnya merapat, bajuku basah, bukan karena cipratan dari wahana tersebut tapi karena nabil yang mencipratkan air ke bajuku. He is just so annoying!

Aku dan Nickole langsung menuju ke tempat yang tadi sudah disediakan oleh abang ketua club untuk membuat barbecue, kami duduk di karpet di bawah terik matahari siang untuk mengeringkan badan. Tidak banyak yang duduk di situ, kebanyakan dari mereka termasuk Nabil berteduh di bawah pohon. Aku juga gak ngerti kenapa si abang ketua ini gak membuat tempat barbecue di bawah pohon saja. Saat itu hanya aku, Nickole, abang Ketua dan 2 temannya yang duduk di karpet di samping pemanggang ayam.

"How was it?" si abang ketua menayakan tentang Banana Boat tadi.
"It was fun!" jawabku singkat, aku selalu malu saat berbicara dengan orang yang baru aku kenal. "You should've tried it" lanjutku. Dia tersenyum dan menjulurkan tangannya "Ali.. what's your name?" menanyakan namaku dan kubalas dengan menyebutkan namaku.

Setelah itu si abang ketua berperawakan tinggi besar itu bukan lagi 'Abang Ketua' tapi dia adalah Ali. Kita berdua menghabiskan banyak waktu bercerita. Nickole sibuk berbicara dengan 2 teman Ali yang lain. Sesekali beberapa peserta lain berkumpul di dekat alat pemanggang hanya untuk sekedar berfoto bersama. Terlebih Nabil yang sesekali merangsek duduk di antara aku dan Ali, dia terlihat cemburu.

Tidak lama kemudian acara barbecue pun dimulai, semua peserta memanggang ayam yang sudah disediakan oleh panitia. Di tengah acara makan bersama itu tiba-tiba Ali mengajakku untuk bermain Marble atau perahu karet bulat yang akan ditarik oleh perahu motor melawan derasnya ombak pantai dan tentu saja Aku mengajak Nickole karena kapasitas perahu karet itu untuk 3 orang. Ali membayarkan permainan itu karena dompetku dan Nickole ada di tumpukkan tas di bawah pohon dan kita terlalu malas untuk mengambilnya.

Nabil memperhatikanku dan memastikan aku memakai baju pelampung dengan benar. Aku lagi-lagi duduk di tengah, kali ini di antara Nickole dan Ali. Permainan itu lebih menegangkan dibanding Banana Boat, dan lebih menyenangkan karena gak ada cowok yang mencoba memelukku. Setelah permainan selesai aku, Nickole dan Ali kembali duduk di atas karpet di area barbecue untuk mengeringkan diri.

Ali banyak cerita tentang hiudpnya dan aku banyak mendengarkan. Saat itu matahari sangat terik dan Ali saat itu hanya menggunakan kaos tanpa lengan, aku yang saat itu mengenakan baju berlengan panjang dan celana panjang gak terlalu merasakan sengatan matahari. Aku melihat kulit Ali mulai memerah, dia meminjam sarung pantai milik temannya, sekretaris di club ini, dan menutupi punggungnya dengan sarung itu. Sesekali aku menarik sarung itu menutupi punggung Ali saat sarung itu melorot turun karena Ali yang banyak bergerak.

Ali memiliki mata indah berwarna coklat dengan tatapan yang tajam dan dalam. Sering kali tanpa sadar aku memperhatikan tatapan matanya saat berbicara dengan dia. Rasanya aku mulai tertarik dengan Ali.

Sampailah di akhir acara sore itu. Semua peserta yang sudah berganti baju mulai berjalan menuju bus. Aku berjalan berdua dengan Ali. Nickole entah dimana.
"no one remembered today is my birthday" ucap Ali tiba-tiba.
"today?"
"yes, and no one remembered"
Entah dia tiba-tiba mebahas ini untuk meminta belas kasihan atau dia benar-benar sedang curcol.
"hmm... I have a gift for you!" kataku
"a gift?"
"yes! I wanna sing for you... now listen!" jawabku. Ali tertawa kecil dan menungguku memberikan hadiah ulang tahunnya itu.

"happy birthday to you, happy birthday to you,
happy birthday, happy birthday.....
happy birthday to you.."

Aku bernyanyi sambil berjalan mundur agar kami tetap tidak tertinggal bus. Ali tersenyum manis dan mengucapkan terima kasih. Aku rasa aku memang cewek yang romantis, aku punya banyak cara untuk menujukkan rasa peduliku ke orang lain dan perasaan sayangku ke pacar.

Tibalah kami di depan bus, dan aku melihat Nickole sudah duduk di dalam bus dan aku gak tahu dimana Nabil saat itu. Aku masuk ke dalam bus dan duduk di sebelah Nickole sambil senyum-senyum sendiri, beruntung kala itu hari sudah mulai gelap dan bus sekolah tua itu gak punya lampu di dalamnya.

Di tengah perjalanan pulang aku baru sadar aku dan Nickole belum mengganti uang Ali untuk bermain marble tadi. Aku berusaha mencari ali di dalam bus, aku kurang bisa melihat jelas karena bus yang gelap dan tempat dudukku yang berada agak di belakang membuatku susah untuk melihat satu-satu penumpang di dalam bus itu.

Aku ingat cewek yang tadi meminjamkan sarungnya untuk ali duduk di barisan agak depan di dekat pintu masuk. Aku melihatnya saat hendak menaiki bus. Dengan membawa uang sekitar 35 ringgit aku menemuinya dan menanyakan keberadaan Ali. Ternyata Ali menaiki mobil miliknya untuk pergi ke Port Dickson dan aku berinisiatif untuk menitipkan uang tadi ke cewek dengan wajah manis itu untuk nanti diberikan kepada Ali. Aku pun kembali ke tempat dudukku, Nickole sudah tidur pulas. Temanku satu ini sangat mudah terlelap tidur, membuatku sangat iri. 

Aku memandang keluar jendela bus, tanpa aku sadari pikiranku melayang ke Ali. Entah kenapa ada perasaan sedih dan sedikit kecewa dia ternyata gak berada di bus yang sama denganku. Aku memejamkan mata, berdoa dan berharap untuk bertemu lagi dengannya esok hari di kampus.

Ajakan Ke Port Dickson (Cerita Lika 1)

Suatu siang Nabil, mahasiswa yang berasal dari Pakistan itu mengajakku untuk ikut tour ke Port Dickson yang diselenggarakan oleh Photography and Painting Club. Sebuah club untuk mahasiswa di kampus yang tertarik dengan fotografi dan melukis. Aku yang saat itu mahasiswa tahun awal dengan mata kuliah yang masih level ringan langsung mengiyakan ajakan temenku itu.

Aku adalah tipe cewek yang sangat takut mengirimkan sinyal yang salah ke teman cowok, jadilah untuk ikut ajakan Nabil aku bakal mengajak temen lain supaya gak terlihat berduaan banget. Aku mencoba mengajak Angela yang saat itu adalah teman sekamarku tetapi dia ada janji lain dengan temannya dan akhirnya aku mengajak Nickole.

Nickole adalah temanku dari hari pertama kuliah di ADP. Kita punya banyak kesamaan, kita sama-sama jomblo dan sama-sama suka mandangin muka cowok-cowok ganteng dari negara selain Indonesia dan Malaysia.

Keesokan paginya Aku dan Nickole sudah menuju ke kafetaria kampus dan menunggu Nabil yang ternyata masih tidur pagi itu. Aku dan Nickole pun gak tahu pasti jam berapa semua peserta tour harus berkumpul karena tiket tour masih disimpan Nabil. 1 jam kemudian Nabil datang dan langsung mengajak ke depan kampus menunggu bus sekolah tua berwarna kuning itu datang.

Sejam kemudian semua peserta tour sudah tiba di depan kampus dan mulai masuk ke dalam bus. Aku dan Nickole duduk di baris agak belakang bus. Nabil masih sibuk mondar-mandir bersama temannya yang lain yang aku juga tidak terlalu kenal. Tidak lama kemudian bus sekolah itupun mulai berangkat menuju Pantai Port Dickson.

Di tengah perjalanan menuju Port Dickson, mobil berhenti di RnS atau Rest and Service Area untuk sekedar membiarkan peserta tour membeli jajanan di minimarket atau ke toilet. Saat itu Nickole terbangun, dia tidur pulas selama perjalanan. Nickole langsung sibuk untuk menyisir rambutnya yang hitam dan lurus itu. Aku dan Nickole memutuskan untuk tinggal di dalam bus dan menggosipkan tentang beberapa cowok ganteng yang kala ikut gak banyak ikut ini.

Ternyata Nabil juga gak turun dari bus, dia berdiri di dekat tempat dudukku dan Nickole, di saat yang bersamaan Nickole pamit hendak ke toilet, di saat itu juga Nabil langsung duduk di sampingku. Nabil mengajakku ngobrol, aku gak tertarik sama sekali dengan Nabil tapi aku menghargai dia yang memberikanku info tentang tour ini, hitung-hitung dia memberikanku ide dimana untuk menghabiskan weekend ku yang biasanya membosankan. Di tengah obrolanku dengan Nabil dia tiba-tiba mencoba memegang tanganku yang secara instan membuatku merinding dan berdoa kepada Tuhan yang maha kuasa untuk mengirimkan Nickole saat itu juga ke dalam bus! Aku gak suka dia! Gelik! Astagfirullah... jelas aku langsung menarik tanganku dan berusaha mencari-cari Nickole dari jendela bus.

Beberapa menit setelah kejadian itu Nickole datang bersama rombongan peserta tour yang lainnya. Betapa bersyukurnya aku waktu itu karna akhirnya Nabil pun pindah ke tempat duduknya. Tak lama setelah itu bus pun melanjutkan perjalanan ke Port Dickson.

Bus pun akhirnya tiba di sebuah pantai bersih dengan air berwarna coklat. Aku dan Nickole turun dari bus mengikuti peserta lain. Nickole langsung menuju ke ruang ganti untuk mengganti baju renang. Aku memang gak berniat untuk renang saat itu dan sengaja gak membawa baju ganti.

Dari jauh aku lihat ada segerombolan cowok, 1 cowok berperawakan besar dan ternyata dia adalah ketua club fotografi dan melukis ini. Acara dimulai dengan beberapa games seru yang aku sangat bersyukur gak pernah berada di group yang sama dengan Nabil.

Ada 1 game yang masih aku ingat sampai sekarang yaitu Finding Treasure yang mana peserta akan dikelompokan secara acak dengan beberapa peserta lain untuk mencari sejumlah barang dan hewan kecil, siapa tercepat mengumpulkan semua yang ada di list tersebut akan menjadi group pemenang.

Kepiting, semut, batu, kulit kerang dan beberapa benda random lainnya ada di dalam list tersebut dan tentu saja aku mencari yang termudah. Semua peserta diberikan waktu 5 menit dan sampailah di menit terakhir kelompokku sudah melengkapi semua benda tersebut dan aku yang ditugaskan untuk melaporkan itu dan membawa kantong plastik berisi benda random termasuk kepiting besar yang masih hidup ke juri. Cowok yang berperawakan tinggi dan besar itu lah yang menjadi juri dan penentu games tersebut. Aku berlari ke arahnya dan aku juga melihat Nabil berlari ke arah cowok itu, aku tahu pasti aku lebih cepat 3 detik dibanding Nabil untuk melaporkan hasil pencarian kelompok kami. Si cowok bertubuh besar itu melihat kami dan tertawa, pada akhirnya dia memilih Nabil sebagai pemenangnya. Kesel!

Setelah beberapa games aku dan Nickole memutuskan untuk duduk di bawah pohon sambil memperhatikan peserta lain dengan bosannya. Dari jauh terlihat si juri menyebalkan itu sedang duduk di atas tikar di tepi pantai dan menyiapkan tempat untuk barbecue-an.

Sebenarnya acara tour ini bukan hanya sekedar acara jalan-jalan tapi juga memberikan kesempatan untuk anggota organisasi Photography and Painting Club ini untuk mengambil foto berlatar belakang pantai.