Wednesday 21 February 2018

Matahari di Port Dickson (Cerita Lika 2)

"Salika!!!!" dari jauh Nabil meneriakkan namaku untuk mengajakku bermain Banana Boat, aku dan Nickole yang saat itu sangat menikmati angin sepoi akhirnya mengiyakan ajakan Nabil. Aku duduk di tengah di antara temannya Nabil. Nickole duduk di depanku dan Nabil di belakangku. Aku setuju untuk bermain Banana Boat karena semua yang ikut di Banana Boat itu setuju untuk meminta agar Boat tersebut jangan dibalikkan di tengah laut, alasanku sangat jelas karena aku gak bawa baju ganti. Aku sangat menikmati permainan itu, merasakan serunya boat itu menghempas ombak laut, aku dan Nickole berteriak dan tertawa menikmati wahana pantai ini. Tapi rasa senang itu gak lama, di tengah laut saat Boat terhempas keras dengan ombak Nabil memelukku dari belakang dan aku langsung memajukan posisi tubuhku ke depan mendekati Nickole. Nabil paham dan berhenti mencoba memelukku.

Aku bisa saja marah tapi aku benar-benar gak mau merusak suasana. Aku terus berusaha menghindari Nabil.

Banana Boat pun akhirnya merapat, bajuku basah, bukan karena cipratan dari wahana tersebut tapi karena nabil yang mencipratkan air ke bajuku. He is just so annoying!

Aku dan Nickole langsung menuju ke tempat yang tadi sudah disediakan oleh abang ketua club untuk membuat barbecue, kami duduk di karpet di bawah terik matahari siang untuk mengeringkan badan. Tidak banyak yang duduk di situ, kebanyakan dari mereka termasuk Nabil berteduh di bawah pohon. Aku juga gak ngerti kenapa si abang ketua ini gak membuat tempat barbecue di bawah pohon saja. Saat itu hanya aku, Nickole, abang Ketua dan 2 temannya yang duduk di karpet di samping pemanggang ayam.

"How was it?" si abang ketua menayakan tentang Banana Boat tadi.
"It was fun!" jawabku singkat, aku selalu malu saat berbicara dengan orang yang baru aku kenal. "You should've tried it" lanjutku. Dia tersenyum dan menjulurkan tangannya "Ali.. what's your name?" menanyakan namaku dan kubalas dengan menyebutkan namaku.

Setelah itu si abang ketua berperawakan tinggi besar itu bukan lagi 'Abang Ketua' tapi dia adalah Ali. Kita berdua menghabiskan banyak waktu bercerita. Nickole sibuk berbicara dengan 2 teman Ali yang lain. Sesekali beberapa peserta lain berkumpul di dekat alat pemanggang hanya untuk sekedar berfoto bersama. Terlebih Nabil yang sesekali merangsek duduk di antara aku dan Ali, dia terlihat cemburu.

Tidak lama kemudian acara barbecue pun dimulai, semua peserta memanggang ayam yang sudah disediakan oleh panitia. Di tengah acara makan bersama itu tiba-tiba Ali mengajakku untuk bermain Marble atau perahu karet bulat yang akan ditarik oleh perahu motor melawan derasnya ombak pantai dan tentu saja Aku mengajak Nickole karena kapasitas perahu karet itu untuk 3 orang. Ali membayarkan permainan itu karena dompetku dan Nickole ada di tumpukkan tas di bawah pohon dan kita terlalu malas untuk mengambilnya.

Nabil memperhatikanku dan memastikan aku memakai baju pelampung dengan benar. Aku lagi-lagi duduk di tengah, kali ini di antara Nickole dan Ali. Permainan itu lebih menegangkan dibanding Banana Boat, dan lebih menyenangkan karena gak ada cowok yang mencoba memelukku. Setelah permainan selesai aku, Nickole dan Ali kembali duduk di atas karpet di area barbecue untuk mengeringkan diri.

Ali banyak cerita tentang hiudpnya dan aku banyak mendengarkan. Saat itu matahari sangat terik dan Ali saat itu hanya menggunakan kaos tanpa lengan, aku yang saat itu mengenakan baju berlengan panjang dan celana panjang gak terlalu merasakan sengatan matahari. Aku melihat kulit Ali mulai memerah, dia meminjam sarung pantai milik temannya, sekretaris di club ini, dan menutupi punggungnya dengan sarung itu. Sesekali aku menarik sarung itu menutupi punggung Ali saat sarung itu melorot turun karena Ali yang banyak bergerak.

Ali memiliki mata indah berwarna coklat dengan tatapan yang tajam dan dalam. Sering kali tanpa sadar aku memperhatikan tatapan matanya saat berbicara dengan dia. Rasanya aku mulai tertarik dengan Ali.

Sampailah di akhir acara sore itu. Semua peserta yang sudah berganti baju mulai berjalan menuju bus. Aku berjalan berdua dengan Ali. Nickole entah dimana.
"no one remembered today is my birthday" ucap Ali tiba-tiba.
"today?"
"yes, and no one remembered"
Entah dia tiba-tiba mebahas ini untuk meminta belas kasihan atau dia benar-benar sedang curcol.
"hmm... I have a gift for you!" kataku
"a gift?"
"yes! I wanna sing for you... now listen!" jawabku. Ali tertawa kecil dan menungguku memberikan hadiah ulang tahunnya itu.

"happy birthday to you, happy birthday to you,
happy birthday, happy birthday.....
happy birthday to you.."

Aku bernyanyi sambil berjalan mundur agar kami tetap tidak tertinggal bus. Ali tersenyum manis dan mengucapkan terima kasih. Aku rasa aku memang cewek yang romantis, aku punya banyak cara untuk menujukkan rasa peduliku ke orang lain dan perasaan sayangku ke pacar.

Tibalah kami di depan bus, dan aku melihat Nickole sudah duduk di dalam bus dan aku gak tahu dimana Nabil saat itu. Aku masuk ke dalam bus dan duduk di sebelah Nickole sambil senyum-senyum sendiri, beruntung kala itu hari sudah mulai gelap dan bus sekolah tua itu gak punya lampu di dalamnya.

Di tengah perjalanan pulang aku baru sadar aku dan Nickole belum mengganti uang Ali untuk bermain marble tadi. Aku berusaha mencari ali di dalam bus, aku kurang bisa melihat jelas karena bus yang gelap dan tempat dudukku yang berada agak di belakang membuatku susah untuk melihat satu-satu penumpang di dalam bus itu.

Aku ingat cewek yang tadi meminjamkan sarungnya untuk ali duduk di barisan agak depan di dekat pintu masuk. Aku melihatnya saat hendak menaiki bus. Dengan membawa uang sekitar 35 ringgit aku menemuinya dan menanyakan keberadaan Ali. Ternyata Ali menaiki mobil miliknya untuk pergi ke Port Dickson dan aku berinisiatif untuk menitipkan uang tadi ke cewek dengan wajah manis itu untuk nanti diberikan kepada Ali. Aku pun kembali ke tempat dudukku, Nickole sudah tidur pulas. Temanku satu ini sangat mudah terlelap tidur, membuatku sangat iri. 

Aku memandang keluar jendela bus, tanpa aku sadari pikiranku melayang ke Ali. Entah kenapa ada perasaan sedih dan sedikit kecewa dia ternyata gak berada di bus yang sama denganku. Aku memejamkan mata, berdoa dan berharap untuk bertemu lagi dengannya esok hari di kampus.

Ajakan Ke Port Dickson (Cerita Lika 1)

Suatu siang Nabil, mahasiswa yang berasal dari Pakistan itu mengajakku untuk ikut tour ke Port Dickson yang diselenggarakan oleh Photography and Painting Club. Sebuah club untuk mahasiswa di kampus yang tertarik dengan fotografi dan melukis. Aku yang saat itu mahasiswa tahun awal dengan mata kuliah yang masih level ringan langsung mengiyakan ajakan temenku itu.

Aku adalah tipe cewek yang sangat takut mengirimkan sinyal yang salah ke teman cowok, jadilah untuk ikut ajakan Nabil aku bakal mengajak temen lain supaya gak terlihat berduaan banget. Aku mencoba mengajak Angela yang saat itu adalah teman sekamarku tetapi dia ada janji lain dengan temannya dan akhirnya aku mengajak Nickole.

Nickole adalah temanku dari hari pertama kuliah di ADP. Kita punya banyak kesamaan, kita sama-sama jomblo dan sama-sama suka mandangin muka cowok-cowok ganteng dari negara selain Indonesia dan Malaysia.

Keesokan paginya Aku dan Nickole sudah menuju ke kafetaria kampus dan menunggu Nabil yang ternyata masih tidur pagi itu. Aku dan Nickole pun gak tahu pasti jam berapa semua peserta tour harus berkumpul karena tiket tour masih disimpan Nabil. 1 jam kemudian Nabil datang dan langsung mengajak ke depan kampus menunggu bus sekolah tua berwarna kuning itu datang.

Sejam kemudian semua peserta tour sudah tiba di depan kampus dan mulai masuk ke dalam bus. Aku dan Nickole duduk di baris agak belakang bus. Nabil masih sibuk mondar-mandir bersama temannya yang lain yang aku juga tidak terlalu kenal. Tidak lama kemudian bus sekolah itupun mulai berangkat menuju Pantai Port Dickson.

Di tengah perjalanan menuju Port Dickson, mobil berhenti di RnS atau Rest and Service Area untuk sekedar membiarkan peserta tour membeli jajanan di minimarket atau ke toilet. Saat itu Nickole terbangun, dia tidur pulas selama perjalanan. Nickole langsung sibuk untuk menyisir rambutnya yang hitam dan lurus itu. Aku dan Nickole memutuskan untuk tinggal di dalam bus dan menggosipkan tentang beberapa cowok ganteng yang kala ikut gak banyak ikut ini.

Ternyata Nabil juga gak turun dari bus, dia berdiri di dekat tempat dudukku dan Nickole, di saat yang bersamaan Nickole pamit hendak ke toilet, di saat itu juga Nabil langsung duduk di sampingku. Nabil mengajakku ngobrol, aku gak tertarik sama sekali dengan Nabil tapi aku menghargai dia yang memberikanku info tentang tour ini, hitung-hitung dia memberikanku ide dimana untuk menghabiskan weekend ku yang biasanya membosankan. Di tengah obrolanku dengan Nabil dia tiba-tiba mencoba memegang tanganku yang secara instan membuatku merinding dan berdoa kepada Tuhan yang maha kuasa untuk mengirimkan Nickole saat itu juga ke dalam bus! Aku gak suka dia! Gelik! Astagfirullah... jelas aku langsung menarik tanganku dan berusaha mencari-cari Nickole dari jendela bus.

Beberapa menit setelah kejadian itu Nickole datang bersama rombongan peserta tour yang lainnya. Betapa bersyukurnya aku waktu itu karna akhirnya Nabil pun pindah ke tempat duduknya. Tak lama setelah itu bus pun melanjutkan perjalanan ke Port Dickson.

Bus pun akhirnya tiba di sebuah pantai bersih dengan air berwarna coklat. Aku dan Nickole turun dari bus mengikuti peserta lain. Nickole langsung menuju ke ruang ganti untuk mengganti baju renang. Aku memang gak berniat untuk renang saat itu dan sengaja gak membawa baju ganti.

Dari jauh aku lihat ada segerombolan cowok, 1 cowok berperawakan besar dan ternyata dia adalah ketua club fotografi dan melukis ini. Acara dimulai dengan beberapa games seru yang aku sangat bersyukur gak pernah berada di group yang sama dengan Nabil.

Ada 1 game yang masih aku ingat sampai sekarang yaitu Finding Treasure yang mana peserta akan dikelompokan secara acak dengan beberapa peserta lain untuk mencari sejumlah barang dan hewan kecil, siapa tercepat mengumpulkan semua yang ada di list tersebut akan menjadi group pemenang.

Kepiting, semut, batu, kulit kerang dan beberapa benda random lainnya ada di dalam list tersebut dan tentu saja aku mencari yang termudah. Semua peserta diberikan waktu 5 menit dan sampailah di menit terakhir kelompokku sudah melengkapi semua benda tersebut dan aku yang ditugaskan untuk melaporkan itu dan membawa kantong plastik berisi benda random termasuk kepiting besar yang masih hidup ke juri. Cowok yang berperawakan tinggi dan besar itu lah yang menjadi juri dan penentu games tersebut. Aku berlari ke arahnya dan aku juga melihat Nabil berlari ke arah cowok itu, aku tahu pasti aku lebih cepat 3 detik dibanding Nabil untuk melaporkan hasil pencarian kelompok kami. Si cowok bertubuh besar itu melihat kami dan tertawa, pada akhirnya dia memilih Nabil sebagai pemenangnya. Kesel!

Setelah beberapa games aku dan Nickole memutuskan untuk duduk di bawah pohon sambil memperhatikan peserta lain dengan bosannya. Dari jauh terlihat si juri menyebalkan itu sedang duduk di atas tikar di tepi pantai dan menyiapkan tempat untuk barbecue-an.

Sebenarnya acara tour ini bukan hanya sekedar acara jalan-jalan tapi juga memberikan kesempatan untuk anggota organisasi Photography and Painting Club ini untuk mengambil foto berlatar belakang pantai.

Saturday 19 November 2016

Jangan Tanya Salika!

Heeyyyhhooo bloggyy!

Aku seharusnya gak nulis buat blog tapi nyiapin presentasi ya Tuhaaaaannnn.. draft postingan Jogja Trip aja belum selesai.

Anyways, seperti yang sudah sering terjadi kadang kegundahan hati datangnya selalu di waktu yang random parah. Disini aku mau cerita tentang rasa ke-eneg-anku atas sikap manusia disekitarku.

Dari kecil aku selalu diajarin untuk selalu jujur, ya walaupun sekarang pas udah gede gini kadang masih suka bohong tapi selalu dalam setiap perkataan dan perilaku aku mencoba untuk tidak berbohong atau menipu, tapi parahnya kadang kejujuranku, terutama dalam perkataan, sering membawaku dalam masalah.

Well gak juga masalah sih, tapi lebih sering dipojokkan orang karena ucapanku yang terlalu jujur.

Misalnya nih aku gak suka sama sesuatu, ya aku ngomong, apalagi kalau ditanya tentang pendapat ya aku pasti bilang dengan jujur.

"Salika, bajunya bagus gak di aku?"

kalau kombinasi warnanya gak nyaman di mataku ya aku bakal bilang baju itu jelek.

"Salika, menurut kamu aku nyakitin dia gak sih kalau aku begini?"

Kalau menurut aku perilaku kamu kurang ajar, ya aku bakal bilang kalau kamu salah.

Masalah utama disini adalah kebanyakan orang gak bisa menerima jawaban yang dia gak mau denger, manusia itu cuma mau mendengar apa yang mereka mau denger. Begitu dijawab gak seperti yang di harapin mukanya jadi manyun dan nyinyir di belakang.

Kayak aku dong, nyinyir di blog! pppffftt..

Dan masalah lainnya adalah kadang tanpa diminta aku gatel banget ngasih pendapat yang kadang gak semuanya menyenangkan.

Tapi ya, kenapa sih musti mengharapkan orang untuk berfikiran yang sama dengan apa yang ada dalam fikiran kita.

Kalau misalnya aku pakai baju hijau dengan celana jeans kuning trus aku tanya pendapat temenku dan mereka bilang aku kayak hasil dari perkawinan silang antara Teletubbies LaaLaa dan Dipsy ya aku gak bakal marah, karena aku yang tanya dan kalaupun aku gak tanya dan ada yang memberikan pendapat seperti itu ya terima aja, karna mungkin memang seperti itu, mungkin juga dia bukan satu-satunya orang yang berfikir seperti itu.

Bukannya kritik dan pendapat orang lain itu bisa dijadikan alat untuk bercermin ya?

Okay, fine, ada yang namanya kritik membangun dan ada juga yang menjatuhkan. Tapi kita kan harusnya punya kontrol diri untuk membedakan mana yang baik untuk diri dan mana yang memberi efek buruk and harus let it go.

Mungkin disitu masalah lainnya, kadang manusia itu tidak bisa membedakan mana yang bisa digunakan untuk membangun kualitas diri dan mana yang memang harus tidak dipedulikan.

So far sih aku lebih suka untuk diberi pendapat yang jujur dan tidak diberi banyak gula.

"Salika gendutan banget sih, kurusan napa!"

Itu kritik yang kebanyakan orang kasih ke aku, dan reaksiku?

"huahaha gendut aja banyak yang mau apalagi kurus" sambil kibas bulu kaki.

Aku gak bakal marah, memang kenyataanya aku lebih berat 5 kilo dibanding waktu SMA dulu bahaha! dan memang perlu ada yang mengingatkan untuk aku memperbaiki diri, ntar kalau makin gendut gak ada yang mau lamar aku huaaa!

Contoh lainnya adalah waktu aku masih di akhir tahun kedua kuliah, rasanya aku udah pernah cerita deh. Ada salah satu TEMAN DEKETku bilang gini:

"you should not take that subject, it's pretty hard, your English is very bad, you can't pass that subject."

yang artinya:
"ikam tuh kada usah mangambil mata kuliah itu, kada gampang taulah, Bahasa Inggris ikam tuh kada bagus, kada mampu ikam lulus mata kuliah itu."

Itu pendapat atau kritik? haha aku pun susah membedakannya.

Tapi mungkin ada sebagian orang sakit hati setelah diremehkan seperti itu, tapi waktu itu rasa keselku gak lebih dari satu jam dan itu langsung berubah menjadi motivasiku untuk membuktikan bahwa aku gak sepayah yang dia pikir.

Justru aku berterima kasih karena omongan dia itu menjadi booster buat motivasiku.

Ahh sudahlah, intinya jadi manusia jangan tanya pendapat kalau gak mau denger apa yang ada di dalem otaknya orang lain.

Bhay!

Friday 9 September 2016

Sebut saja dia Salju

Baru aja satu jam leyeh-leyeh manja di kamar habis ngampus pagi tadi, terkumpul lah niat untuk ngerjakan tugas yang harusnya di kumpul besok.

Sebelum membuka Microsoft PowerPoint untuk mulai buat bahan presentasi buat hari Kamis nanti aku tertarik buat ngaca sebentar, terkagum ngeliat kulit mukaku yang dari jauh terlihat sangat fresh, Vitamin C dari The Body Shop lumayan berkerja ternyata.

Gak nyampe semenit memandang cermin aku tiba-tiba melihat dia, dia yang telah menemaniku dari aku berumur 4 tahun, si Salju cantik yang tiba-tiba muncul di tempat yang paling tidak pernah aku inginkan dia berada.

Aku diam.

Melihatnya lebih dekat untuk memastikan itu bukan Salju, terlalu kecil dan pudar untukku bisa memastikannya.

Aku diam.

Aku tarik nafas pelan-pelan..

Menenangkan diri sambil berfikir apa yang harus aku lakukan.

Aku mencoba mencari obat dengan tutup berwarna biru itu, obat yang kudapat dari Mount Elizabeth Hospital di Singapur. Obat yang aku tahu ampuh untuk mengusir Salju secara perlahan, obat yang aku pun lupa kapan terakhir kalinya aku menyentuhnya.

Aku berusaha mencari si tutup biru di kamar dan hasilnya nihil, aku lupa menaruhnya dimana. Aku WhatsApp mama dan Bobby dan memastikan aku masih punya beberapa di Samarinda.

Oh Tuhan..

Tidak banyak yang tahu tentang hubunganku dengan si salju.

____________________________________________

Banyak orang bilang aku terlalu mengejar kesenangan dunia, banyak juga yang bilang aku terlalu muluk-muluk dengan semua mimpi dan cita-citaku untuk pergi ke banyak tempat di dunia ini dan melakukan apapun selagi aku bisa.

Ada beberapa orang yang menganggapku terlalu menghamburkan uang cuma untuk bersenang-senang dan bermimpi untuk ke banyak negara lain.

Yah, cuma itulah yang orang lain bisa lihat, cuma itu yang orang lain bisa nilai.

Aku gak berusaha untuk meluruskan semua anggapan orang tentang mimpiku yang aku pun gak pernah tahu bakal bisa aku capai apa enggak.

Aku cuma berharap agar semua orang untuk bisa berfikir terbuka dan melihat segala sesuatunya bukan hanya dari satu sisi saja.

Sebagai contoh, saat aku berdiri di pelataran monas, monas terlihat begitu tinggi dan besar buatku. Saat aku melihat monas dari gedung tinggi yang tidak jauh dari monas, monas terlihat kecil. Itu semua tergantung dari sisi mana kita melihat segala sesuatunya.

Aku bermimpi besar, aku ingin berjalan jauh, aku ingin menikmati semua hal selagi aku bisa. Sebelum salju menjadi penghalang langkah kakiku untuk melangkah.

Aku tidak punya waktu banyak. Ada 2 yang bisa menghentikan waktu di hidupku, Salju dan akhir dari umurku.

Aku selalu merasa seperti sedang berkejaran dengan sistem imun tubuhku, aku merasa seperti berkompetisi dengan tubuhku sendiri.

Bakal ada satu waktu nanti, saat aku bukan seperti aku..

Ada saatnya ketika aku sudah tidak sanggup untuk melangkahkan kaki keluar rumah.

Aku merencanakan semua mimpi tanpa tahu aku direstui oleh Tuhan ataupun ditentang oleh Nya. Cita-cita besar yang aku punya selalu aku rencanakan berurutan satu sama lain tanpa ada jeda waktu diantaranya, karna aku berusaha melangkah lebih jauh dari Salju.

Mengertilah, mengerti bahwa topengku tak banyak, topengku tak kuat, topeng yang kumiliki hanya cukup untuk menunjukkan aku bersemangat untuk berlari.

Suatu saat, lariku tak akan secepat ini, lariku akan terkalahkan waktu.

Mengertilah, aku orang yang paling tidak ingin menyerah. Percayalah dengan besarnya keinginanku untuk menang sebelum waktu habis.

Aku dan Salju akan selalu bersama.. dia lahir bersamaku, di dalam darahku, bermain dengan imun tubuhku, dan dia akan mati bersamaku.

Suatu saat dia akan membuatku mati sebelum aku mati. Biarkan aku hidup, berlari dan mengejar semua mimpi dan cita-citaku sebelum aku dibawa menghilang oleh Salju.

_________________________________________

Okay, aku selalu menghindar untuk menulis hal negatif di blog ini. Tapi inilah hal nyata di hidupku, tulisan ini nantinya akan aku baca kembali untuk mengingatkanku bahwa aku pernah mempunyai semangat yang gila.

Pelajaran untuk hari ini: Jangan terlalu cepat menilai buruk tentang seseorang. Usahakan untuk melihat segala sesuatunya dari sisi yang berbeda dan mendapatkan perspektif yang berbeda. Percayalah, tidak ada manusia di dunia ini yang hanya memiliki 1 topeng, selalu ada cerita dibalik senyuman.

Mengutip kalimat dari Deddy Corbuzier:
Jika segala sesuatunya terlihat terlalu sempurna, pasti ada sesuatu yang salah dibaliknya.




Love,
Salika Nebula.

Tuesday 6 September 2016

Bukannya aku dendam, aku cuma penasaran, aku mau mengerti.

Holla!

Aku udah duduk cantik di kasur dengan muffin untuk dessert setelah makan Cantonese Beef Noodle di kafe sebelah kost.

blueberry muffin yang udah gak berbentuk muffin
Lagu Andira udah bergema di kamar kecilku ini.

Okay, it's a gonna be a very long post! Be ready for it.

Dari tadi malam kepalaku udah mulai penuh dengan banyak hal, mulai dari yang penting sampai yang useless yang ngebuat aku jadi susah tidur. Well mungkin aja susah tidur karena aku marathon YouTube nontonin update kasus sianida, tapi hal-hal yang ngumpul gak keruan di kepalaku ngebuat aku susah buat pejam.

Waktu makan tadi jaringan wifi di kafe agak lemah dan jadilah aku menghayal kesana kemari. Salah satunya hal aneh yang nempel di otakku semaleman itu.

Hal yang setelah bertahun-tahun baru aku aduin ke mama.

Aku ingat waktu itu Kai masih ada, aku masih SMP, Kai sakit dan harus dirawat di rumah sakit umum Tarakan. Seperti tradisi, setiap Kai sakit pasti semua anak dan cucu Kai bakal ngumpul di kamar rumah sakit.

Aku ingat waktu itu Kai sakit lumayan serius, Kai lemes banget dan semua keluarga ngumpul. Aku dan sepupu-sepupu yang lain asyik berselfie ria di extra bed di pojok kamar. Boleh dibilang aku maish terlalu manja dan kekanakan untuk mengerti betapa moment itu kurang cocok untuk aku dan sepupu-sepupuku tertawa dan bercanda berlebihan seperti itu.

Salah satu keluarga mama akhirnya memutuskan untuk membawa aku dan sepupu-sepupuku untuk keluar dan makan malam. Sebutlah dia TeddyBear, malam itu TeddyBear yang menyetir mobil.

So, waktu kita semua udah di parkiran dan bersiap naik ke mobil, aku ingat aku yang paling terakhir naik ke mobil. Waktu itu aku ingat tinggi dan ukuran tubuhku gak setinggi dan sebesar sekarang, aku baru aja berancang-ancang untuk naik ke mobil dengan memegang gagang pintu bagian dalam mobil dan satu kaki sudah di mobil, tiba-tiba aja mobil bergerak dan aku hampir aja terjatuh, Putri Salju (another mom's relative) yang duduk di sebelah TeddyBear setengah berteriak khawatir melihatku.

First of all, I really don't mind it at all, awalnya aku pikir TeddyBear gak liat aku belum benar-benar naik ke mobil. Yang bikin greget waktu TeddyBear teriak "haduuuh lambat banget sih, gimana mau jadi tentara kalau seperti itu.."

Hellooooooo..... yang mau jadi tentara siapa sih?

Waktu sudah sampai di resto, bodohnya Salika, aku gak sengaja numpahin piring nasi. Tebak apa yang TeddyBear bilang! Dia bilang "kenapa itu? ngamuk kah?" dan bukan dengan nada bercanda ataupun menyindir, tapi dengan nada marah. Lagi-lagi aku bisa lihat Putri Salju sedikit 'mengharitkan' atau khawatir dengan aku, tapi dia gak bisa berbuat apa-apa.

Aku gak langsung cerita atau mengadu ke mama dengan keanehan TeddyBear. Baru beberapa bulan kemarin aku cerita ke mama dan mama terkejut dengan betapa kuatnya ingatanku.

Itu bukan kali pertama aku ngebuat mama terkejut dengan cerita dari bertahun-tahun lalu yang masih aku ingat, lengkap dengan detail dan gambaran di otakku. Sebelumnya aku pernah bercerita ke mama kalau aku masih ingat kejadian waktu aku berumur sekitar 4 tahun waktu aku, mama dan papa masih tinggal di Balikpapan. Aku masih ingat semua kenangan indah dan buruk dengan papah waktu aku masih SD.

Bukannya aku dendam. Aku gak marah, aku cuma penasaran.. kadang ada beberapa kejadian yang aku gak ngerti tapi nyata terjadi. Seperti tingkah TeddyBear itu.

Kalau sekarang aku ingat lagi dan aku lihat wajahnya yang semakin menua, gak ada rasa marah sedikit pun, tapi aku coba mengerti mungkin saja dia kesal karena aku terlalu ribut padahal Kai lagi sakit dan dia gak bisa menegurku karena dia segan dengan mama dan papa yang waktu itu juga di ruang yang sama tapi terlalu sibuk mengurus Kai dan meladeni tamu yang menjenguk Kai.

Tapi, kalau aku pikir lagi, senakal-nakalnya keponakan atau adik sepupuku aku gak mungkin untuk bisa sekasar itu ke mereka. Aku mungkin galak, suka ngomel, aku mungkin bukan kakak atau tante yang ramah dan lucu tapi gak sanggup hati rasanya untuk bisa membentak keponakan atau adik sepupu yang masih kecil seperti itu.

"Lika itu nakal..."

"Lika itu nakal, gak bisa dibilangin..."

"Kasian mamanya..."

Ya, aku itu nakal. Nakal, nakal dan nakal. Itu kalimat yang sering aku dengar dari orang sekelilingku. I grew up with it! Tapi anehnya yang ngebuat kalimat itu nempel di otakku bukan dari ucapan mama sendiri, mama gak pernah bilang aku nakal.

Aku akui Lika kecil bukan anak kalem, Lika sering pecahin barang, sering minta banyak hal ke mama.

Well, you can't just fit one perfect child for all the child in the world.

Ini cuma satu dari berjuta hal yang membuat aku penasaran di sepanjang hidupku yang bahkan belum sampe 23 tahun di dunia ini. Bakal ada postingan serupa tapi tak sama dengan tema 'ingatan masa kecilku' seperti postingan ini dalam beberapa waktu ke depan.

Aku harap aku bisa belajar dari keajaiban orang sekitarku dan berusaha tidak melakukan hal yang sama.




Love,
Tante dan Kakak Sepupu Cantikmu, Lika Nebula.


Tuesday 30 August 2016

Senja

Hello!

Post pertama di tahun 2016. Yup now you know how lazy Salika really is! But don't worry, there is that small little star that keeps me motivated to write and that's my little secret, in my own world!

So, kalau udah kenal aku banget pasti tau aku benci sunset, aku benci sore, aku benci warna kekuning-kuningan dengan semburat jingga di langit. Terutama saat aku sendiri.

Anehnya, aku baru sadar dengan keanehan (read: keunikan) yang aku punya ini setelah beberapa bulan awal aku sekolah di Malaysia. Alasannya? Well, gak jauh-jauh karna aku anak manja.

Apa hubungannya senja yang megah itu dengan sifat manjaku?

Gini, as far as I can remember, aku adalah yang biasanya paling pertama pulang ke rumah. Kegiatan sekolah dan jam tambahan di luar pasti gak bakal pernah ngebuat aku pulang lebih lambat dari mama, papa dan adikku. Kegiatanku setiap pulang ke rumah pasti masuk kamar, makan, nonton TV dan menunggu mama, papa dan adikku pulang ke rumah.

Sore, sekitar jam 5 mereka satu per satu pulang ke rumah dan rumah kembali ramai, just like the way I like it to be. Itu adalah jam dimana aku merasa rumah itu really feels like home.

Di Malaysia, aku tinggal sendiri, dan saat sore datang aku gak punya siapa-siapa yang bisa di tunggu untuk datang kembali ke rumah. Gak ada perasaan senang membuka pintu buat mama dan berharap mama bawa SilverQueen putih kesukaanku.

Aku mulai mencoba untuk menghidari sore. Sebelum suasana sekitar berubah menjadi jingga aku sudah mengurung diri di kamar dan meutup rapat curtain supaya cahaya jingga itu gak masuk dan gak terlihat.

Kalaupun aku gak sengaja melihat warna jingga itu aku ngerasa seperti lilin kecil yang dibakar di api unggun. Lemes, lemah, gak ada kekuatan untuk bisa beraktivitas normal paling gak untuk 30 menit dan cuma bisa diam dan nangis.

Homesick parah! Aku kangen rumah, kangen mama, papa dan Bobby.

Tahun ini adalah tahun kelima dan ketakutanku akan senja mulai berkurang. Berkurang, bukan hilang.

Senja gak bakal semenakutkan itu saat aku gak sendiri.

Aku merasa lebih baik saat aku bisa memberitahukan keunikanku (baca: keanehanku) ini ke orang lain. Thank God aku punya temen-temen dari kelas psikologi yang hebat.

Sekarang aku mencoba menyayangi senja, aku mulai menikmati semburat warna jingga di sore hari itu.

Aku gak pernah nyangka betapa misteriusnya otak dan pikiran manusia. Orang lain mungkin mengira aku aneh (I actually am!) tapi ini sesuatu unik yang nyata aku alami. Sesuatu yang cuma manusia-manusia 'spesial' bisa mengerti.







Teman anehmu,
Nebula.


Tuesday 18 August 2015

Aku, Kahitna, Dirinya (Bagian 2)

Dari SMP aku mungkin bukan anak yang ramah dan pintar bergaul, aku lebih sering terihat seperti anak sombong dan kebanyakan bermimpi. Selain bukan anak yang pinter bergaul aku juga gak pinter-pinter amat dalam pelajaran di kelas, yahh lumayan lah dapet peringkat "tengah-tengah".
Di SMP kelas 1 aku gak punya banyak temen, aku cuma ingat temenan sama Ira, Mita (alm.) dan Risa yang berlanjut sampai SMA.

Aku punya banyak pengalaman di bully selama 6 tahun di SMP dan SMA.

Di kelas 1 SMP aku sempat jadi anak yang sering di ledekin karna suka pake kaus kaki tinggi, ya aku emang cupu parah! haha. Ada juga kakak kelas yang tiba-tiba manggil aku, trus marah-marah ke aku, dia bilang "de, kalau mau aman disini baik-baik sama kakak kelas dek!" aku gak ngerti apa yang di maksud dengan "baik-baik" dan waktu itu aku cuma mangguk aja

Pernah waktu ujian di kelas, hampir semua teman di kelas pada nyontek dan ngebuka LKS di laci, trus ada temen sekelas yang juga sebenernya ngelakuin hal yang sama malah ngelaporin aku ke wali kelas. Gitu kan muna!

Ada juga dulu di kelas 3 sekolahku ngadain peraturan baru untuk semua siswa gak boleh bawa hape berkamera, tapi temen sekelas nekat bawa hape mereka termasuk aku, biasa deh peraturan yang dilanggar oleh lebih dari 2 orang menjadikannya halal hahaha. Tapi betenya, ada siswa cewek yang ngelaporin aku ke guru! bete kan!

Yang paling parah dan paling bikin aku sedih waktu ada beberapa siswa cowok yang ngeledekkin papah. Papah dulu pernah punya warung bakso di kawasan Jalan Cendrawasih. Aku masih ingat banget apa yang cowok itu bilang "Salika, papah kamu yang dorong-dorong gerobak bakso gitu kan, yang bunyi tok tok tok! hahaha.." sedih gak digituin? tapi aku diem. Aku gak malu papah dulu punya usaha buka warung bakso, selama itu halal gak ada alasan buatku untuk malu. Aku cuma sedih, kenapa rasa benci mereka ke aku harus ngerembet ke papah juga.

Dari semua kejadian di kelas 1 SMP aku sadar sebenernya aku memang juga salah, aku dan beberapa teman lain sering juga ngeledekin beberapa temen-temen sekelas, mungkin aja hinaan balik dari mereka adalah balasan buat aku.

Tapi semakin lama semakin aku ngerasa rasa benci mereka gak pernah berkurang ke aku, aku lebih sering sendiri di kelas, dengerin lagu kahitna di waktu istirahat, berkhayal dan bermimpi sendirian.

Aku adalah pemimpi handal dari kecil. Mungkin itu salah satu alasan kenapa ada beberapa dari teman SMP ngejauhin aku. Yang masih aku ingat waktu aku dan 3 orang teman lainnya membicarakan pesta ulang tahun impian mereka, nmendengar kata "mimpi" langsung deh antena unicornku bergerak dan menceritakan ke mereka tentang pesta ulang tahun impianku waktu SMP dulu:
"aku pengen di hotel Bumi Senyiur, dengan tema biru, ada Kahitna nya!"
Dan terihat banget muka mereka semua berubah dan serentak bubar. Dari situ aku sadar bahwa gak semua orang bisa tahan mendengar ocehanku tentang semua mimpi-mimpiku.

Aku memulai semester pertama kelas 1 di SMA13. Tuhan mendengar doaku dengan memberikan semua teman-teman yang baik hati, mimpi buruk di SMP gak pernah terulang begitu parah walaupun sebenanya pernah ada satu kejadian teman terdekatku tiba-tiba ngediemin aku, tapi itu gak lama. Aku akhirnya bisa merasakan pengalaman masa sekolah yang menyenangkan tapi cuma selama 1 semester itu dan aku pindah ke SMA lain.

Di SMA yang baru itu semua keadaan sangat berbeda dan aku kembali di bully. Ada 1 siswa cewek seangkatan yang ngelempar uang di depan mukaku dan 1 kakak kelas yang marah karna spot parkiran favoritnya aku "rebut".

Tapi kelas 2 dan 3 SMA lumaya memberikan beberapa kenangan baik sampai sekarang. Aku kangen masa-masa bekesah dan main kartu di kelas! :')

Dari semua pengalaman di bully, saat-saat SMP lah yang paling berat. Aku sempat ngasih kode ke mama untuk pindahin aku ke SMP lain atau ke SMP di Tarakan tapi mama gak pernah sadar kode-kodeku. Aku masih ingat waktu kelas 2 aku sering pura-pura tidur dan dengerin lagu Kahitna sekencang-kencangnya menggunakan headset, untung gak budek! Kadang aku juga pernah nangis, tapi berusaha untuk tetap terlihat tidur sambil menunduk dan kalau ada yang nanya kenapa mataku bengkak, aku bakal bilang "iya nih, aku tidur tadi.."

Lagu-lagu kahitna yang jadi saksi betapa aku pengen cepat-cepat lulus dari SMP yang aku bilang neraka itu!

Tapi disaat yang bersamaan, Kahitna dan pengalaman dibully selalu menjadi satu kesatuan di otakku. Kahitna adalah lambang cinta, dan cuma cinta yang bisa menghentikan bullying.

Semua pengalaman dibully itu terkadang ngebuat aku sadar bahwa betapa anak-anak seusia SMP dan SMA sangat perlu untuk ditanamkan rasa untuk menyayangi dan mencintai sesama makhluk ciptaan tuhan. Mau jelek atau cantik, jelek atau ganteng, kurus atau gemuk, pintar atau bodoh. Gak pernah ada alasan untuk membenci satu sama lain.

Terkadang aku masih mendengar beberapa teman sekampus dulu memusuhi teman yang lain karna mereka mempunyai sesuatu yang lebih, dan sedihnya aku pun terpengaruh. Aku yang dulunya pernah menjadi korban bullying malah menjadi orang yang membully. Gak lama setelah itu aku gak lagi berkumpul dengan mereka dan aku sadar, menjadi iri gak akan pernah ngebuat kita menjadi lebih hebat ataupun sejengkal lebih baik dari orang yang kita bully.

Sesuatu yang sampai sekarang masih sering kulanggar adalah berbahagia untuk kebahagiaan orang lain. Ikut berbahagia saat melihat teman yang lain berbahagia. Jangan pernah merasa iri ataupun dengki dengan senyuman orang lain. Selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki dan jadikan rasa iri itu menjadi energi positif untuk memotivasi diri mendapatkan apa yang belum kita dapatkan.

Terkadang mereka yang envy sangat tidak senang melihat yang lain senang. Bayangkan semua orang di sekitar kita bersedih, apa kita masih bisa tersenyum? Bayangkan kita sekarang berada di salah satu negara konflik, penuh dengan perasaan kalut, sangat susah melihat mereka yang berbahagia, gak bakal ada lagi yang bisa kita iri-kan, bukan? Jadi berbahagialah saat orang lain berbahagia, ikut bersyukur dengan apa yang mereka punya, jangan sampai tuhan menggunakan caraNya membuat kita berhenti untuk sirik.

Siapapun yang baca postinganku hari ini, suatu saat nanti kalian akan menjadi orang tua, aku sangat memohon kepada kalian calon mama dan calon papa untuk bersikap sensitif terhadap semua kata-kata anak terutama yang berhubungan dengan sekolah dan teman-temannya. Orang tua kadang tidak tahu seberapa besar potensi yang ada di dalam diri anak yang bakal mati gitu aja akibat bullying.

Kahitna adalah mimpi besarku yang pertama. Aku bermimpi untuk bisa nyanyi bareng mereka, kerja bareng mereka. Aku bahkan bermimpi untuk menikah dengan Hedi Yunus dari aku SMP sampai sekarang! Lagu-lagu Kahitna adalah teman yang membawaku untuk tidur di kelas saat aku melarikan diri di tengah rasa sedih gak punya teman.

Kahitna adalah sesuatu yang mengingatkanku dengan mimpi masa kecilku dan juga sesuatu yang selalu menjadi pengingat betapa kuatnya Salika kecil dulu.





Love,
Salika Nebula.

"Tapi disaat yang bersamaan, Kahitna dan pengalaman dibully selalu menjadi satu kesatuan di otakku. Kahitna adalah lambang cinta, dan cuma cinta yang bisa menghentikan bullying."